Selasa, 04 Oktober 2011

Menggunakan PIN atau ID ?


            
          Personal Identification Number (PIN) tentu sudah sangat familiar dipahami  dan dipergunakan oleh masyarakat, terutama di kota-kota besar. Dalam bahasa Indonesia PIN dapat diartikan dengan Nomor Identitas Pribadi. PIN adalah sebuah kombinasi huruf dan angka yang digunakan sebagai sandi rahasia antara pengguna dan sistem yang  digunakan untuk otentifikasi pengguna ke suatu sistem. 

           Sebuah sistem akan melihat PIN didasarkan pada user ID dan membandingkan PIN pada sistem dengan PIN yang diterima. PIN biasanya digunakan pada ATM, kartu debit, kartu kredit dan sebagainya. Untuk itu setiap orang yang menggunakan produk-produk tersebut diharuskan menyimpan kode PIN yang dimilikinya dengan sangat rahasia. Ini tentunya juga sesuai dengan kata personal pada PIN yang dalam bahasa Inggris berarti dari atau mengenai kehidupan pribadi seseorang, dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bersifat pribadi atau perseorangan. Kebocoran nomor PIN ke pihak  yang tidak bertanggung jawab akan dapat mengakibatkan kerugian, seperti penarikan dana nasabah melalui ATM secara ilegal oleh orang yang tidak berhak. Tentu kita masih ingat dengan kasus pembobolan nasabah bank melalui ATM pada tahun 2010 lalu.

            Namun saat ini terjadi fenomena dimana pengertian PIN seperti yang dimaksud diatas sudah bertolak belakang 180 derajat dari yang seharusnya. kombinasi angka dan nomor unik yang disebut PIN kini tidak lagi menjadi sebuah rahasia yang harus dikunci rapat. Bahkan nomor unik tersebut secara sadar oleh penggunanya  ditebarkan ke khalayak umum  melalui berbagai media, seperti melalui sms, jejaring sosial bahkan website.
            Dari uraian singkat diatas saya yakin anda sudah dapat menebak arah dan maksud pembicaraan saya. Ya, sebuah produk telepon genggam yang saat ini laris manis digunakan oleh konsumen di Indonesia juga menggunakan istilah PIN untuk nomor identitas di ponsel mereka. Meskipun tujuan awal penggunaan PIN tersebut dikatakan untuk mencegah penggunan ponsel oleh orang yang tidak berhak namun tetap saja untuk dapat menggunakan layanan produk ponsel tersebut secara "maksimal" pengguna harus bertukar no PIN ke sesama pengguna lain agar dapat terhubung layaknya sebuah no telpon atau sebuah alamat email.
            Sampai disini tentu tidak ada yang salah, toh produsen tersebut bebas memberi label apapun untuk setiap produknya apalagi jika itu dapat mendongkrak penjualan. Namun jika dilihat lebih jauh tentu saja ini dapat menjadi penyebab misskomunikasi atau bahkan benturan bahasa dalam masyarakat. istilah PIN yang selama ini menjadi sebuah sandi yang harus dirahasiakan kini istilah itu berbalik menjadi sesuatu yang biasa saja atau "harus" diberitahukan kepada orang lain bahkan diumumkan ke khalayak umum.
            Meski produsen dapat berdalih bahwa setiap orang bebas untuk membuat singkatan sendiri-sendiri seperti menjadi singkatan dari Phone Identification Number atau menjadi Pekan Imunisasi Nasional misalnya, namun istilah PIN harus mengacu pada tata bahasa yang resmi yang telah dibakukan. Dalam kamus resmi Oxford Engglish Dictionary (OED) yang dijadikan rujukan tata bahasa baku bahasa Inggris, PIN adalah singkatan Personal Indetification Number  sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika melihat produsen tersebut adalah perusahaan multinasional yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya, semestinyalah tata bahasa baku yang terdapat di dalam OED yang harus digunakan sang produsen. Selain itu yang lebih penting lagi adalah satu singkatan atau istilah yang sama tidak boleh memiliki maksud dan penggunaan yang bertolak belakang seperti pada kasus ini.
            Mungkin produsen juga dapat berdalih bahwa penggunaan istilah PIN dalam penggunaan produknya adalah istilah yang dibuat oleh konsumen sendiri, bukan istilah resmi yang mereka gunakan. Tetapi tetap saja, pihak produsen tidak dapat mengelak seenaknya. Bukankah semestinya produsen harus memberikan edukasi yang benar sebagai salah satu bentuk tanggung jawab mereka kepada konsumen yang telah mengunakan produknya! Atau mungkin produsen memang sengaja untuk membiarkan "ke-awam-an" konsumen untuk dapat menyerap keuntungan dari kondisi tersebut. Entahlah, tetapi bagaimana jika saya mengusulkan istilah  yang digunakan pada ponsel tersebut lebih baik menggunakan istilah ID number atau istilah lainnya yang tidak membingungkan masyarakat. Semoga bermanfaat.

Afifuddin
Penulis adalah pemerhati Bahasa

Tidak ada komentar: